
Bila suatu ketika kita menemui pemandangan, seorang anggota polisi menangkap penjahat atau mengatur hiruk pikuk lalulintas, itu hal biasa. Tapi bagaimana bila menemukan seorang anggota polisi harus berkutat di tengah hutan mengajar baca tulis anak orang rimba atau lebih dikenal Suku Anak Dalam (SAD)?
Adalah sosok inspiratif Brigadir Polisi Edi Suwasono yang merupakan Bhabinkamtibmas di wilayah Hukum Polsek Air Hitam, Kabupaten Sarolangun. Setiap harinya, Edi yang notebene Bhabinkantibmas yang menaungi tiga Desa, Bukit Suban, Pematang Kabau dan Lubuk Jering harus berbaur dengan warga SAD.
“Saya sebagai Bhabinkamtibmas harus menyempatkan diri memberikan pengetahuan umum kepada warga SAD,’’kata Edi ketika dihubungi, media Projambi.com, baru baru ini.
Dijelaskan pria kelahiran Sarolangun 26 Juni 1993 ini, selain memberikan motivasi agar warga SAD mau sekolah, yang lebih penting lagi adalah mengajar anak SAD pengenalan huruf dan angka. Tujuannya, agar anak orang rimba bisa baca tulis seperti halnya anak anak Indonesia saat ini.
‘’Tidak mudah memang mengajar anak SAD mengenal tulis baca. Semuanya butuh taktik dan kesabaran. Bahkan terkadang harus mengggunakan bahasa asli orang rimba,’’ungkap lelaki yang telah bergabung dengan jajaran Bhayangkara sejak 2012 lalu.
Apalagi, kata Edi, wilayah patroli di Taman Nasional Bukit Dua Belas cukup menantang. Harus jalan kaki mendaki dan menurun bukit dengan waktu sekitar 4 jam.
Tentu dengan wilayah yang cukup luas, ia sebagai Bhabinkamtibmas harus paham kapan waktu yang tepat menemui anak orang rimba.
‘’Wilayah desa binaan saya yaitu desa Lubuk Jering, Pematang Kabau dan Bukit Suban. Ditiga desa terdapat 6 kelompok Temenggung. Setiap temenggung hidup secara terpisah di hutan,’’katanya.
Meski memiliki wilayah berbeda dalam pembinaan SAD, namun dia berusaha berlaku adil tanpa membeda-bedakan kelompok temenggung yang ada. Seorang anggota kepolisian harus memegang prinsip keadilan dalam melayani masyarakat. Artinya, semua masyarakat harus diperlakukan sama.
“Harapan saya agar kedepan masyarakat SAD mengerti dan memahami hukum, punya pengetahuan umum serta dapat hidup berbaur dengan masyarakat luar,’’ungkapnya.
Ketika ditanya apa kendala dalam pembinaan orang orang rimba?
Edi menyebutkan, kondisi SAD yang suka hidup berpindah pindah (nomaden) karena alasan ekonomi, menjadi tantangan tersendiri dalam membina SAD.
‘’Terkadang sasaran kita belum terwujud, anak orang rimba sudah pindah mengikuti orang tuanya,’’jelas Edi.
Selain pembinaan dalam bidang pendidikan, Edi juga menyebutkan sasaran pembinaan lainnya terkait harkamtibmas, yang bertujuan untuk mencegah terjadinya konflik sosial. Karena selama ini sering muncul komplik sosial antara warga SAD dengan pihak perusahaan atau kelompok masyarakat sekitar SAD bermukim.
Apa yang menjadi kepuasan bathin bagi Edi ketika berhadapan dengan warga SAD?.
‘’Pengalaman berbaur dan berkumpul dengan orang rimba, kita bisa mengetahui dan belajar tentang adat istiadat SAD. Saya bangga bisa mengabdi untuk kemajuan warga SAD,’’tegas lelaki yang sering dipanggil pak Bhabin oleh orang rimba Air Hitam itu.
Ditengah tugasnya seorang Bhabinkamtibmas, ternyata Edi punya tujuan mulia dalam pembinaan SAD yakni terwujudnya SAD yang bisa hidup berdampingan dengan masyarakat luar tanpa adanya kesenjangan sosial maupun ekonomi. Orang rimba punya hak untuk berkembang disegala bidang. Namun disitu sisi, SAD harus tetap menjunjung adat istiadat mereka.

Sebagai seorang anggota polri, kata Edi, dirinya memang dituntut mampu berbaur dengan semua elemen masyarakat. Ini sesuai slogan yang gencar disosialisasikan saat ini yakni polisi untuk masyarakat. Dengan membaur ke tengah masyarakat, kita lebih mudah menyampaikan program program pemerintah, terutama kepada warga SAD yang merupakan bagian dari warga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
***Penulis Adalah General Manager /Wartawan Media Online Projambi.Com