Dalam kehidupan bermasyarakat, istilah sumbangan dan infaq sudah tidak asing lagi. Mulai dari urusan lingkungan seperti perbaikan jalan atau peringatan 17 Agustus, hingga kepentingan umat seperti pembangunan masjid dan membantu korban bencana, keduanya menjadi tulang punggung gotong royong. Namun, dalam perspektif Islam, infaq memiliki dimensi yang lebih dalam. Ia bukan sekadar transfer materi, tetapi sebuah ibadah yang sarat makna spiritual dan sosial, yang dampaknya dapat menguatkan dari level pribadi hingga berbangsa dan bernegara.
Memahami Makna: Sumbangan vs. Infaq
Meski sering disamakan,ada nuansa yang membedakan. Sumbangan cenderung bersifat umum dan sosial, seperti iuran untuk kegiatan RT. Sementara infaq memiliki konotasi ibadah yang lebih kental, karena dilandasi niat mencari ridha Allah dan ditujukan untuk kepentingan yang sejalan dengan syariat, seperti membantu fakir miskin, mendukung dakwah, atau membangun sarana ibadah.
Keduanya baik, tetapi infaq menempati posisi istimewa. Allah SWT berfirman, “Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan.” (QS. Al-Baqarah: 148). Infaq adalah bentuk konkret dari perlombaan menuju kebaikan (fastabiqul khairat) tersebut.
Mengurai Keraguan: Antara Riya dan Transparansi
Salah satu penghalang terbesar dalam berinfaq adalah kekhawatiran akan riya—memamerkan amal untuk pujian.Rasulullah ﷺ mengingatkan, “Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Poin kuncinya ada di hati.
Memberi secara terbuka dengan niat mendorong semangat orang lain (taswik) dan menjaga transparansi, bukanlah riya. Justru, dalam konteks pengelolaan dana komunitas, keterbukaan adalah keharusan untuk menjauhkan diri dari prasangka buruk (su’uzhan) dan penyalahgunaan.
Prinsip Dasar: Fleksibilitas dan Keamanahan
Ibadah dalam Islam itu luwes dan mempertimbangkan kemaslahatan.Sebagaimana hukum haji untuk wanita yang dapat menyesuaikan dengan kondisi keamanan, metode infaq pun bisa disesuaikan. Bisa dilakukan secara rahasia untuk menjaga keikhlasan, atau secara terbuka untuk tujuan edukasi dan kontrol sosial.
Yang tak kalah penting adalah prinsip keamanahan. Allah memerintahkan untuk mencatat transaksi dalam QS. Al-Baqarah: 282. Pencatatan yang rapi dan pelaporan yang transparan bukanlah bentuk ketidakpercayaan, melainkan bentuk tanggung jawab dan profesionalisme dalam mengelola amanah umat. Untuk infaq personal seperti di kotak masjid, cukup dicatat sebagai “hamba Allah”. Namun, untuk dana yang dikumpulkan secara kolektif—seperti bantuan bencana atau kas organisasi—pencatatan yang detail adalah suatu kewajiban.
Teladan Abadi: Semangat Fastabiqul Khairat Para Sahabat
Sejarah Islam dipenuhi oleh telatan para pendahulu kita dalam hal kedermawanan.
- Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a.: Totalitas dalam Memberi.
Saat Rasulullah ﷺ meminta sedekah, Umar bin Khattab membawa separuh hartanya, merasa telah berbuat banyak. Namun, Abu Bakar datang dengan membawa seluruh hartanya. Ketika ditanya apa yang ditinggalkannya untuk keluarga, jawabannya legendaris: “Aku tinggalkan untuk mereka Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Tirmidzi). Kisah ini bukan tentang jumlah, tetapi tentang kepercayaan total bahwa rezeki sejati ada di tangan Allah.
- Utsman bin Affan r.a.: Kepedulian yang Berdampak Sistemik.
Utsman tidak hanya memberi, tetapi menyelesaikan akar masalah. Ia membeli sumur pribadi yang airnya diperjualbelikan, lalu mewakafkannya untuk umat agar bisa minum gratis. Dalam Perang Tabuk, ia menyumbang 300 ekor unta lengkap dengan perbekalan, sebuah kontribusi yang sangat menentukan. Rasulullah ﷺ pun bersabda, “Tidak ada yang membahayakan Utsman setelah apa yang ia lakukan pada hari ini.” (HR. Tirmidzi).
- Umar bin Abdul Aziz: Integritas dalam Pengelolaan.
Khalifah dari kalangan Tabi’in ini adalah simbol integritas. Ia memisahkan strictly antara lampu minyak untuk urusan negara dan urusan keluarganya. Ini adalah pelajaran berharga tentang amanah—bahwa mengelola dana infaq (baitul mal) harus dengan prinsip yang tak tergoyahkan.
Penerapan Modern: Infaq di Era Digital
WhatsApp Grup dan platform digital kini menjadi alat efektif untuk penggalangan dana.Transparansi dapat diwujudkan dengan:
- Pemberi infaq mengirim bukti transfer disertai nama dan nominal.
- Bendahara membuat laporan berkala (harian/mingguan) yang berisi pemasukan, pengeluaran, dan saldo.
- Laporan di-share ke grup sehingga semua anggota dapat memantau.
Model seperti ini adalah bentuk kontemporer dari perintah Allah untuk mencatat. Ia menjadi alat edukasi, membangun kepercayaan, dan memotivasi anggota lain untuk turut serta, sehingga semangat fastabiqul khairat tetap hidup di zaman now.
Infaq adalah ibadah yang mengajarkan keikhlasan,kepedulian, dan tanggung jawab. Dengan mempelajari teladan para salafus shalih dan menerapkannya secara bijak dan transparan di era modern, infaq kita tidak hanya membersihkan harta, tetapi juga menjadi pondasi kokoh bagi terwujudnya kemaslahatan yang lebih luas, mulai dari keluarga yang tentram, masyarakat yang solid, hingga bangsa dan negara yang sejahtera. Wallahu a’lam bish-shawab.(Penulis adalah pensiunan guru dan penceramah/Khotib di Kota Jambi)